199 EKONOMI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL Rahmani Timorita Yulianti FIAI Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Abstract Indonesia is an archipelago whi Author: Sukarno Pranoto. 20 downloads 303 Views 2MB Size. Report. DOWNLOAD PDF. Recommend Documents & LINGKUNGAN KEARIFAN LOKAL KEARIFAN LOKAL DAN LINGKUNGAN . Kualitas lingkungan hidup saat ini sebagian besar mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang tangguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Berbagai asas dipergunakan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu asas tersebut adalah budaya dan kearifan lokal. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan manusia bermasyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Geografi manusia human geography menekankan studi pada aspek antroposphere. Studi geografi tidak terlepas dari kenyataan kehidupan manusia di permukaan bumi sebagai hasil interaksi antara manusia dengan gejala-gejala geografi di permukaan bumi. Geografi manusia sangat berperan dalam melestarikan lingkungan hidup melalui aktifitas manusia dalam kebudayaannya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free e-mail geomedia Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian Geomedia Vol. 17 No. 1 Tahun 2019 1 – 9 Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia Rasti Fajar Peni Riantika a, 1*, Hastuti b, 2 a Program Studi Pendidikan Geografi Program Magister, Universitas Negeri Yogyakarta b Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta 1 *; 2hastuti *korespondensi penulis SejarahartikelDiterima Revisi Dipublikasikan Kualitas lingkungan hidup saat ini sebagian besar mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang tangguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Berbagai asas dipergunakan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu asas tersebut adalah budaya dan kearifan lokal. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan manusia bermasyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Geografi manusia human geography menekankan studi pada aspek antroposphere. Studi geografi tidak terlepas dari kenyataan kehidupan manusia di permukaan bumi sebagai hasil interaksi antara manusia dengan gejala-gejala geografi di permukaan bumi. Geografi manusia sangat berperan dalam melestarikan lingkungan hidup melalui aktifitas manusia dalam kebudayaannya. Kata kunci Lingkungan Budaya Kearifan Lokal Geografi Manusia Keywords Environment Culture Local Wisdom Human Geography Today's environmental quality is largely threatening the survival of humans and other living creatures, so that protection and management of the environment is strong and consistent by all stakeholders. Various principles are used in environmental protection and management. One of these principles is culture and local wisdom. Local wisdom is the noble values that apply in the human life system to protect and manage the environment sustainably. Environmental protection and management activities must pay attention to the noble values that apply in the order of life of the community. Human geography emphasizes the study of aspects of the anthroposphere. Geography studies can not be separated from the reality of human life on the surface of the earth as a result of interaction between humans and the symptoms of geography on the surface of the earth. Human geography plays an important role in preserving the environment through human activities in its culture. © 2019 Rasti Fajar Peni R dan Hastuti. All Right Reserved Pendahuluan Manusia merupakan pelaku utama dalam keterkaitannya dengan lingkungannya. Karenanya, human geography sebagai suatu cabang ilmu yang berfokus pada keberadaan manusia di muka bumi, dianggap perlu menyumbangkan peranannya dalam penyelesaian pelestarian lingkungan. Artikel ini Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia 2 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian akan membahas secara lebih lanjut mengenai keterkaitan manusia dan pelestarian lingkungan, bagaimana kedudukan human geography dalam menyelesaikan permasalan pelestarian lingkungan. Manusia merupakan faktor utama penyebab banyaknya kerusakan lingkungan. Tidak disadari, kegiatan hidup manusia sehari-hari akan merusak lingkungan yang disebabkan oleh tekanan ekonomi dan rendahnya tingkat pendidikan Maridi, 2012. Interaksi antara manusia dan lingkungannya tidak selalu berdampak positif bagi lingkungan. Interaksi tersebut menurut Suparmini, dkk. 2013 dapat menimbulkan dampak negatif yang dapat menimbulkan bencana, malapetaka, dan kerugian-kerugian lainnya. Pada kondisi yang demikian inilah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat dapat meminimalisir dampak negatif yang ada. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah upaya untuk mewujudkan dan meningkatkan peri kehidupan dan kualitas hidup makhluk hidup secara alami dan berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan hidup bagi individu atau sekelompok masyarakat secara nasional berpegang pada peraturan yang telah disepakati bersama. Peraturan tersebut dikemas dengan berbagai cara, melalui undangundang yang harus difahami dan ditaati bersama. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah tentang lingkungan dan pembangunan, diantaranya 1 Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan tahun 1982; 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan; serta 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelaksanaan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di lapangan didukung oleh kebiasaan-kebiasaan positif yang bernuansa melindungi dan melestarikan lingkungan hidup. Kebiasaan-kebiasaan positif itu dapat dilakukan secara individual atau kelompok masyarakat di daerah tertentu yang bersifat lokal. Kebiasaan-kebiasaan tersebut selanjutnya dikenal sebagai kearifan lokal. Kearifan lokal menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2009 bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum dimana seluruh kegiatan yang berhubungan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan beberapa hal diantaranya 1 keragaman karakter dan fungsi ekologis; 2 sebaran penduduk; 3 sebaran potensi sumber daya alam; 4 kearifan lokal; 5 aspirasi masyarakat; dan 6 perubahan iklim. Kearifan lokal merupakan pengalaman, gagasan, perilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh manusia yang mempunyai nilai untuk tujuan tertentu Mukti, 2010. Geografi Manusia Human Geography Geografi manusia adalah cabang geografi yang bidang studinya yaitu aspek keruangan gejala di permukaan bumi, yang mengambil manusia sebagai objek pokok. Gejala manusia sebagai objek studi pokok, termasuk aspek kependudukan, aspek aktivitas yang meliputi aktivitas ekonomi, aktivitas politik, aktivitas sosial, dan aktivitas budayanya. Geografi manusia terbagi lagi ke dalam cabang-cabang Geografi Budaya, Geografi Penduduk, Geografi ekonomi, Geografi Industri, Geografi Medis, Geografi Perkotaan, Geografi Pariwisata, Geografi Sejarah, geografi transportasi, Geografi politik, Geografi permukiman dan Geografi Sosial D’Blij dan Murphy, 1998. Geografi manusia mengkaji mengenai interaksi antara manusia dengan tempat dan interakasi keruangan. Fellmann, Getis, dan Getis 2008, menyebut aspek ini sebagai aspek interaksi keruangan. Sosiologi mengkaji mengenai interaksi sosial, sementara geografi manusia mengkaji mengenai interaksi keruangan. Rasti Fajar Peni Riantika dan Hastuti Geomedia Vol 17 No 1 Tahun 2019 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian 3 Di dalam kajian ini, geografi manusia berusaha unuk mengkaji mengenai interaksi manusia dengan lingkungannya, dan interaksi ruang satu dengan ruang yang lainnya. Merujuk pada pandangan Fouberg, Murphy dan de Blij 20098, geografi manusia berusaha untuk mengkaji mengenai kepekaan dan rasa memiliki manusia terhadap lokasi, region dan dunianya. Aspek ini, biasa disebut dengan sense of place. Keragaman rasa memiliki tempat sense of place, bukan sekedar terhadap rumah, desa, negara, tetapi juga terhadap planet bumi ini. Target pelestarian bumi, dan penyelamatan lingkungan, pada dasarnya bersandar pada besarannya sense of place. Kerusakan lingkungan, adalah contoh nyata rendahnya sense of place dari manusia Kearifan Lokal dan Budaya Istilah kearifan lokal pertama kali dikenalkan oleh HG. Quaritch Wales “the sum of the cultural characteristic which the vast majority of a people have in common as a result of their experiences in early life”. Gagasan pokok dalam definisi di atas adalah 1 karakter budaya, 2 kelompok yang memiliki budaya tersebut, 3 pengalaman hidup yang muncul dari karakter budaya Banda 2014 1. Menurut Budiwiyanto 2005 26 kearifan lokal sebagai “local genius” yang berarti sejumlah ciri kebudayaan yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat sebagai suatu akibat pengalamannya di masa lalu. Setyawati dkk 2015 101 dalam penelitiannya menggunakan istilah kecerdasan tradisional local genius sebagai alternatif istilah dari kearifan lokal local wisdom. Kedua istilah ini memiliki kesetaraan makna dengan istilah pengetahuan lokal local knowledge dan pengetahuan asli daerah indigeneous knowledge. Kearifan lokal terbentuk dari interaksi secara terus menerus antara manusia dengan lingkungannya dalam waktu yang lama. Elsworth huntington dalam bukunya yang berjudul Principle of human geography mengemukakan bahwa respon manusia terhadap lingkungan itu, dapat dikelompokkan pada empat kelompok besar, yaitu terkait dengan kebutuhan material material needs, pekerjaan, efisiensi kehidupan, dan kebutuhan tingkat tingkat tinggi higher needs. Yang pertama, lingkungan memberikan pengaruh terhadap ragam makanan, pakaian, alat dan teknologi, sarana transportasi dan perumahan. Seseorang yang ada di kawasan pantai, memiliki kebutuhan material yang berbeda dengan mereka yang tinggal di daerah gurun atau pegunungan iklim sangat menentukan kebudayaan manusia. Kedua, lingkungan mempengaruhi ragam pekerjaan manusia. Dari aspek ini, muncul keragamaan pekerjaan, seperti berburu, bertani, pertambangan, dan pengolahan barang dan adanya keragaman mengenai kegiatan yang mendukung pada usaha peningkatan kualitas hidup manusia, seperti layanan kesehatan, pemanfaatan energy dan keragaman pola rekreasi. Terakhir, yaitu adanya keragaman kebutuhan tingkat tinggi manusia higher needs. Aspek respon manusia yang dianggap masuk pada kategori ini, yaitu pelayanan pemerintahan, pendidikan, sains, keagamaan dan seni. Menurut Koentjaraningrat 2003 kebudayaan daerah sama dengan konsep suku bangsa. Suatu kebudayaan tidak terlepas dari pola kegiatan masyarakat. Keragaman budaya daerah bergantung pada faktor geografis. Semakin besar wilayahnya, maka makin komplek perbedaan kebudayaan satu dengan yang lain. Kearifan Lokal Secara Geografis Human geografi mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan permasalan pelestarian lingkungan. Upaya menjaga keseimbangan dengan lingkungannya masyarakat memiliki norma-norma, nilai-nilai atau aturan-aturan yang telah berlaku turun temurun yang merupakan kearifan lokal sesuai dengan letak geografis daerah setempat. Beberapa contoh praktek-praktek budaya dan kearifan lokal di Indonesia yang menurut Suhartini 2009 antara lain sebagai berikut a. Pranoto mongso Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia 4 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian Salah satu kearifan lokal yang terdapat di Jawa yaitu Pranoto Mongso. Pranoto Mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh para petani pedesaan yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan digunakan sebagai patokan untuk mengolah pertanian. Menurut Hariyanto, 2013 Pranoto mongso adalah salah satu cara yang digunakan suku jawa untuk mengetahui hukum atau tanda-tanda dari fenomena geografis dan berguna untuk menentukan masa tanam, masa panen, Pengendalian Hama Terpadu PHT, pencegahan biaya proses pertanian yang tinggi, dan pengurangan resiko gagal panen. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat terjaga keseimbangannya. Pranoto Mongso dipelopori oleh raja Surakarta Pakubuwono VII dan mulai dikembangkan sejak 22 Juni 1856. Indikator tiap mongso pada Pranotomongso menurut Sumintarsih 1993 42-43 terdapat pada Tabel. 1. Tabel 1. Tabel Pananggalan Jawa Pranotomongso Setya murca ing embanan/ udan rasa mulyo Daun-daun gugur. Udara malam hari dingin, dan siang hari panas Bantala rengka / gong pecah sajroning simpenan Udara panas, angin lembut di luar dingin, panas di dalam. Pohon berdaun lagi. 25 Agustus – 17 September Angin berdebu, udara panas, panen palawija, gadung tumbuh, pohon-pohon berbunga. 18 September – 12 Oktober Waspa Kumembeng Jroning Kalbu Kemarau berakhir, pohon randu berbuah, binatang kaki empat kawin, pohon jambu dan jeruk berbunga. Pancuran Emas Sumawur Ing Jagat Hujan pertama turun. Gadung dan kunir berdaun banyak. Pohon nangka, during, dan mangga berbunga. Mengerjakan sawah, rambutan dan jeruk berbunga, alam mulai hujan. Kilat bersambungan, hujan jarang, banyak binatang tonggeret, padi mulai berbuah. 3 Februari – 28/29 Februari Kilat bersambungan, hujan jarang, banyak binatang tonggeret, padi mulai berbuah. Garengpung berbunyi, berbuat alpukat, jeruk. Pepaya berbunga. Burung-burung bertelur, padi tua. Menuai padi, burung mengeram, tanaman berubi berbuah. Mulai kemarau, Jeruk berbuah Sumber Sumintarsih 1993 42-43 Rasti Fajar Peni Riantika dan Hastuti Geomedia Vol 17 No 1 Tahun 2019 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian 5 Pranata Mangsa yang dalam setahun terdiri dari 12 mangsa kemudian dibagi lagi menjadi 4 mangsa utama mangsa terang 82 hari, mangsa semplah 99 hari, mangsa udan 86 hari dan mangsa pengarep-arep 98 hari. Simetris dengan pembagian 4 mangsa ini, ada juga pembagian mangsa utama yang lain, yaitu mangsa Katigo88 hari, mangsa Labuh 95 hari, mangsa rendheng 94 hari dan mangsa mareng 88 hari. Sindhunata, 20113. Tanda-tanda untuk mengetahui awal dan berakhirnya tiap mangsa melalui panjang bayangan manusia di siang hari yang merupakan akibat dari posisi Matahari yang setiap harinya selalu berpindah- pindah. Seperti yang tertera pada Tabel 2 menurut Daldjoeni di bawah ini. Tabel 2. Tabel Pembagian Mangsa dalam Pranata Mangsa dan Panjang Bayangan Tiap Mangsa Panjang Bayangan dalam pecak dan arah Sumber. Daldjoeni 1983 b. Nyabuk Gunung Nyabuk Gunung merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang dibentuk menurut garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit sumbing dan sindoro. Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam bercocok tanam karena menurut garis kontur. Hal ini berbeda dengan yang banyak dilakukan di Dieng yang bercocok tanam dengan membuat teras yang memotong kontur sehingga mempermudah terjadinya longsor. c. Pohon keramat Pada hampir semua daerah di Jawa, dan beberapa wilayah lain di Indonesia, terdapat budaya menganggap suatu tempat dengan pohon besar misal beringin adalah tempat yang keramat. Kearifan lokal ini memberikan dampak positif bagi lingkungan dimana jika suatu tempat dianggap keramat misal terdapat pohon beringin, maka hal ini merupakan salah satu bentuk konservasi karena dengan memelihara pohon tersebut menjaga sumber air, dimana beringin memiliki akar yang sangat banyak dan biasanya di dekat pohon tersebut ada sumber satu contoh nyata kearifan lokal ini nampak pada masyarakat di Desa Beji, Ngawen, Gunungkidul. Hasil penelitian Alanindra 2012 menunjukkan bahwa masyarakat di desa Beji, memiliki hutan adat Wonosadi dimana di dalamnya terdapat mataair Wonosadi. Berbagai potensi baik flora, fauna, maupun sumberdaya air di mata air ini sangat terjaga dengan baik sebagai tempat resapan air hujan. Hal ini menyebabkan di hutan Wonosadi terdapat Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia 6 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian tiga mata air yang mengalir sepanjang tahun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitar desa Beji. Terjanyanya kelestarian hutan adat ini tidak lepas dari kearifan lokal yang sampai saat ini dipertahankan oleh masyarakat yang salah satunya diwujudkan dalam pembentukan kelompok “Jagawana”. Jagawana merupakan kelompok masyarakat yang bertugas untuk menjaga dan memelihara vegetasi di daerah tangkapan air mata air Wonosadi. Masyarakat tidak pernah mengambil kayu dan merusak aneka tumbuhan langka. Pohon-pohon yang mati tersambar petir tidak ditebang melainkan dibiarkan menjadi humus. d. Kearifan lokal komunitas adat Karampuang di Sulawesi Komunitas adat Karampuang memiliki beberapa cara tersendiri yang merupakan bagian dari sistem budaya dalam mengelola hutan dan sumberdaya alam. Hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan alam sehingga untuk menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya terdapat aturan dan norma yang harus dipatuhi oleh semua warga masyarakat. Dewan adat Karampuang sebagai simbol penguasa tradisional, sepakat untuk mengelola hutan adat yang ada dengan menggunakan pengetahuan yang bersumber dari kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Karampuang. Kearifan lokal tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan dan sanksi. Salah satu contoh kearifan lokal dalam bentuk larangan yaitu “Aja’ muwababa huna nareko depa na’oto adake, aja’ to muwababa huna nareko matarata’ni manuke” yang artinya “jangan menyadap enau di pagi hari dan jangan menyadap enau di petang hari”. Hal ini berhubungan dengan keseimbangan ekosistem, khususnya hewan dan burung karena menyadap enau pada pagi hari dikhawatirkan akan mengganggu ketenteraman beberapa jenis satwa yang ada pada pohon enau, demikian pula pada sore hari akan mengganggu satwa yang akan kembali ke kandangnya. Beberapa jenis kearifan lokal masyarakat di Indonesia dalam mengelola hutan dan lingkungan dikemukakan oleh Sartini 2004 antara lain a. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako alam adalah aku. Gunung Erstberg & Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara hati-hati. b. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kamali. Kelestarian lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak. c. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana’ ulen. Kawasan hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan dilindungi oleh aturan adat. d. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat mengembangkan kearifan lokal dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan memanfaatnya. Perladangan dilakukan dengan rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mengenal tabu sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah lingkungan. e. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat yang mengenal upacara tradisional, mitos, tabu sehingga pemanfaatan hutan dilakukan dengan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh adat. f. Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awigawigKearifan lokal yang lain dapat ditemukan pada berbagai ritual adat di Bali yang mayoritas penduduknya menganut agama Hindu. Beberapa Rasti Fajar Peni Riantika dan Hastuti Geomedia Vol 17 No 1 Tahun 2019 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian 7 praktek kearifan lokal di Bali menurut Utama dan Kohdrata 2011 antara lain a. Adanya organisasi adat yang mengelola lanskap alam seperti organisasi subak dalam mengelola sistem irigasi pertanian; b. budaya menandai pohon besar dengan lilitan kain belang hitam-putih yang menandai bahwa pohon tersebut tidak dapat ditebang sembarangan; c. ritual tumpek wariga/tumpek uduh yang digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan rasa syukur atas pemanfaatan keanekaragaman hayati yang telah diperoleh; dan lain-lain. Kearifan lokal juga dijumpai dalam upaya mitigasi bencana. Setyawati dkk 2015 103-106 serta Septiana dkk 2019 7-12 mencontohkan kearifan lokal masyarakat di wilayah lereng selatan hingga barat Gunungapi Merapi dalam menghadapi bencana. Masyarakat di wilayah tersebut memiliki kemampuan dalam membaca tanda semiotika yang berupa tanda-tanda dari perilaku hewan semiotika faunal, kondisi vegetasi semiotika vegetal, kondisi alam seperti suara gemuruh dan kilat di atas gunung merapi semiotika fisikal, serta ajaran, nasihat, bahkan mitos semiotika kultural. Kearifan lokal ini diajarkan secara turun temurun, namun demikian pada saat sekarang tidak dipahami seluruh anggota masyarakat terutama generasi muda. Pada masyarakat Jawa pra modern, kearifan lokal telah berkembang dalam pemilihan lokasi permukiman. Berdasarkan kearifan lokal ini, permukiman cenderung dipilih pada lokasi yang dekat dengan sumberdaya air, memiliki kualitas sumberdaya lahan yang baik, serta relief yang baik Ashari, 2014 176, Ashari, 2015 367 Kontribusi geografi manusia terhadap kearifan lokal Geografi merupakan ilmu yang lebih terfokus pada interaksi antara manusia dan lingkungan di mana ia hidup Hobbs, 2009. Dari definisi yang telah dikemukakan, maka dapat diketahui bahwa geografi lebih menekankan pada interaksi antara manusia dan lingkungannya. Manusia hidup di permukaan bumi di mana tiap area atau wilayah yang ada di permukaan bumi ini tentu memiliki karakteristik yang membedakan antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Human Geografi adalah sub ilmu dari Geografi yang Masyarakat berperan dalam melestarikan kondisi lingkungan. Peran manusia secara berkelompok masyarakat sesuai dengan lingkup secara geografisnya merupakan kegiatan yang telah mengakar dan menjadi kebiasaan sehari-hari. Kehidupan masyarakat memiliki keharmonisan antara memenuhi kebutuhan dengan kondisi lingkungan alam. Mematuhi aturan alam dengan sebuah kepercayaan dan tradisi menjadikan hal tersebut sebagai kebijakasanaan/kearifan. Menurut Witt, 2017 Perspektif geografi manusia dapat membantu memperkenalkan kearifan lokal secara geografis karena dapat berkontribusi pada keberlangsungan alam secara canggih dan alamiah. Beberapa ahli geografi berpendapat bahwa kearifan lokal geografis lebih dari sekedar hubungan emosional Wright, 2011. Menurut Suja 2010, kearifan lokal dibedakan menjadi 2 dua yaitu kearifan sosial dan kearifan ekologi. Kearifan sosial menekankan pada pembentukan makhluk sosial menjadi lebih arif dan bijaksana. Kearifan ekologi merupakan pedoman manusia agar arif dalam berinteraksi dengan lingkungan alam. Kearifan lokal ekologi memandang bahwa manusia merupakan bagian dari alam. Kearifan lokal sangat erat kaitannya dengan masyarakat penduduk adat atau masyarakat penduduk asli, alam dan lingkungan setempat Kristiyanto 2017. Kearifan lokal dalam bentuk kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap sebagai hal yang sakral telah menjadikan lingkungan tersebut tetap terjaga keasliannya. Sumber air yang terjaga dengan pemanfaatan secukupnya. Pepohonan yang tetap rindang memiliki peran penting dalam menjaga kelangsungan debit air untuk memenuhi kebutuhan pertanian dan aspek kehidupan. Jika kondisi ini terus berkelanjutan, maka daerah tersebut bisa dimanfaatkan hingga masa mendatang. Kearifan lokal bukan hanya pada kepercayaan terhadap suatu hal, melainkan makna dari kearifan tersebut. Sikap dan perilaku masyarakat layak dicontoh dan diterapkan untuk Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia 8 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian kehidupan sehari-hari oleh masyarakat di tempat lain demi menjaga kelestarian lingkungan untuk masa depan. Kontribusi geografi manusia terhadap kearifan lokal dapat diketahui dalam implementasi kearifan lokal nusantara, seperti Alam Takambang Jadi Guru Minangkabau, Banjar Sari Jakarta, Nyabuk Gunung Sunda, Bersih Desa Jawa, Hamemayu Hayuning Bawono Yogyakarta, Karah Surabaya, Tri Hita Karana Bali, Awig Awig Bali dan NTT, Kassi Kassi Makasar, dan Sasi Maluku, Wijana 2016. Kearifan lokal di atas dapat bertahan sampai masa kini karena eksistensinya peran masyarakat sesuai dengan lokasi masing-masing sehingga mampu untuk menyeimbangkan ekosistem dengan peribahan kondisi alam. Dalam hal tersebut geografi manusia mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mempertahankan eksistensi kearifan lokal sesuai dengan perkembangan sosial maupun perubahan alam. Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa geografi manusia sebagai suatu subdisiplin besar dalam geografi saat ini mulai mengembangkan analisisnya berkaitan dengan lingkungan, khususnya mengenai kedudukan manusia dalam melestarikan lingkungan. Kajian mengenai pelestarian lingkungan dianggap selalu berkaitan dengan manusia, sebab manusia berkedudukan sebagai faktor penyebab, korban, sekaligus pihak pelaksana dalam upaya pelestarian lingkungan. Secara geografis lokasi mempengaruhi aktifitas dan kebudayaan yang sangat berpengaruh dalam melestarikan lingkungan, hal tersebut yang menyebabkan kearifan lokal disetiap tempat berbeda-beda. Geografi manusia memiliki kontribusi yang cukup berperan dalam eksistensi Kearifan lokal. Hal ini dapat disinergikan dalam rangka mencapai tujuan visioner terhadap manusia dan lingkungan. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian artikel ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Geografi UNY yang telah memberikan masukan dan dukungan. Ucapan terimakasih secara khusus disampaikan kepada Ibu Dr. Hastuti selaku dosen pembimbing yang memberikan arahan dan saran dalam penyusunan artikel ini. Referensi Alanindra, S. 2012. Analisis Vegetasi Pohon di Daerah Tangkapan Air Mata Air Cokro dan Umbul Nila Kabupaten Klaten, Serta Mudal dan Wonosari Kabupaten Gunungkidul.. Yogyakarta Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Ashari, A. 2014. Distribusi Spasial Mataair Kaitannya dengan Keberadaan Situs Arkeologi di Kaki Lereng Timur Gunungapi Sindoro antara parakan dan Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Prosiding Mega Seminar Nasional Geografi Untukmu Negeri. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Ashari, A. 2015. Kearifan Masyarakat Jawa Pra Modern di Lembah Progo dalam Pengenalan Bentanglahan untuk Lokasi Permukiman Tinjauan Studi Geoarkeologi. dalam Nasiwan. 2015. Dilema Membangun Manusia Indonesia Memilih Antara Tuntutan Global atau Kearifan Lokal. Yogyakarta FISTrans Institute. Banda, Maria Matildis, 2014. Upaya Kearifan Lokal dalam Menghadapi Tantangan Perubahan Kebudayaan. Bali Universitas 2005. Tinjauan Tentang Perkembangan Pengaruh Local Genius dalam Seni Bangunan Sakral Keagamaan di Indonesia. 25-35 Daldjoeni, N. 1983. Pokok-pokok Klimatologi. Bandung Alumni D’Blij, & Alexander B. Murphy. 1998. Human GeographyCultur, Society, and Space, New York Jhon Wiley & Sons, Inc. Rasti Fajar Peni Riantika dan Hastuti Geomedia Vol 17 No 1 Tahun 2019 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian 9 Fouberg, Murphy, dan de Blij, 2009. Human Geography People, Place and Culture. John Wiley & Sons, Inc. Fellman, Bjelland, Getis, A. & Getis, J., 2008. Human Geography Landscapes of Human Activities. Twelfth Edition, McGraw Hill, New York. Hariyanto, W. 2013. Identifikasi beberapa kearifan lokal dalam menunjang keberhasilan usaha tani padi di Jawa Tengah. Seminar Nasional. Madura. Hobbs, J. J. 2009. World Regional Geography. USA Brooks/ColeKoentjaraningrat. 2003. Pengantar antropologi I. Jakarta PT Rineka Cipta. Kristiyanto, E. N, 2017. Kedudukan kearifan Lokal dan peranan masyarakat dalam penataan ruang daerah. Jurnal RechtsVinding. Vol 6 2 2012. Penanggulangan Sedimentasi Waduk Wonogiri Melalui Konservasi Sub DAS Keduang dengan Pendekatan Vegetatif Berbasis Masyarakat. Tesis. Surakarta Program Pascasarjana Universitas Sebelas 2010. Beberapa Kearifan Lokal Suku Dayak dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam. Disertasi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan lingkungan. Malang Unibraw. Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati. Jurnal Filsafat. 72 111-120. Septiana, Wardoyo, Praptiwi, Ashari, Ashari, A., Susanti, Jainudin., Latifah, F., Nugrahagung, 2019. Disaster Education Through Local Knowledge in Some Area of Merapi Volcano. IOP Conference Series Earth and Environmental Science 271 2019 012011. Setiawati, S., Pramono, H., dan Ashari, A. 2015. Kecerdasan Tradisional dalam Mitigasi Bencana Erupsi pada Masyarakat Lereng Baratdaya Gunungapi Merapi. Socia 12 2 100-110 Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Suja, W. 2010. Kearifan Lokal Sains Asli Bali, Surabaya Paramita. Sumintarsih. 1993. Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan dalam Hubungannya dengan Pemeliharaan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suparmini. 2013. Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Yogyakarta. Jurnal Penelitian Humaniora. Vol. 18. No. 1, April 2013. 2011. Seri Lawasan Pranata Mangsa, Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia. Utama, N, Kohdrata. 2011. Modul Pembelajaran Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan Kearifan Lokal. Denpasar Tropical Plant Curriculum Project USAID-TEXAS A&M University dengan Universitas Udayana Wijana, N. 2016. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta Plantaxia. Witt, shareon. 2017. Fostering geographical wisdom in fieldwork spaces – discovery fieldwork, paying close attention through sensory experience and slow pedagogy. geographical Association in Reflections on Primary Geography. 1-12. Wright, P. 2011. Challenging Assumptions What is a 'human-centred geography'? Stretching the geographical imagination in pursuit of holism. Geography, 96 3, 156-160. Kurangnya kemampuan siswa dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengaitkan kearifan lokal dalam pembelajaran serta kurangnya penggunaan media oleh guru berpengrauh terhadap proses dan hasil belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan desain pengembangan, profil dan mengetahui efektivitas video pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian Research and Development R&D dengan model ADDIE. Subjek validasi adalah lima ahli media, lima ahli desain, dan empat ahli materi serta 26 siswa. Subjek uji efektivitas berjumlah 30 siswa dan subjek validasi soal 30 siswa. Data yang diperoleh adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data dikumpulkan dengan metode observasi, dokumentasi, angket dan tes. Analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif, deskritif kualitatif dan statistik inferensial uji t serta uji effect size. Hasil penelitian adalah 1 deskprisi desain video pembelajaran. 2 profil video pembelajaran 3 evektifitas video pembelajaran melalui uji effect size, hasilnya 2,614 dengan kategori “strong effect”. Dengan demikikan, video pembelajaran geografi SMA berbasis kearfian lokal dapat diterapkan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan High Order Thinking Anang Widhi NirwansyahSutomoDhi BramastaThis study examines the indigenous knowledge and local mitigation of the Banyumas people in Gununglurah village, Central Java, against landslides. Here, the local community practices local mitigation strategies to overcome its impacts based on local beliefs and traditional practical solutions. The method of the study mainly employs field observations and semi-structured interviews with sixteen informants, including twelve villagers, four local leaders at RT/RW level, and two government officers. The research finds how indigenous knowledge is used across core belief systems and fundamental understanding of marking, imitating, and adding. In addition, this study also reveals that farmers have practiced traditional terracing methods nyabuk gunung to plant crops on slope hills. Other than that, Banyumas people are still practicing the usage of the local seasonal calendar for cropping pranata mangsa, as well as community-level vegetative strategies and practices. Finally, the study also addresses the threat of global technology and modernization to local knowledge preservation for the future volcano in Central Java is one of the most active volcanoes in the world. However, the area of Mount Merapi is still occupied by many inhabitants. Population growth in disaster prone areas is also quite high, even after a major eruption disaster in 2010. To reduce disaster risk, disaster education is necessary, including by utilizing local knowledge about disasters. This paper aims to 1 identify disaster education through local knowledge in the western and southern flank of Merapi Volcano, 2 reveals the influence of physical environmental conditions on disaster education that is formed. The research is done by geography approach that is environmental approach and emphasize on the theme of geography especially location, place, and human- environment interaction. The results show 1 There are several forms of disaster education through local knowledge among others in the form of advice, philosophy of life, myths, art, and culture. The educational process is done in various activities of community life, both during pre disaster, disaster, and post disaster. village elders and community leaders are the most influential parties in the disaster education process. However, at present the role of local knowledge in disaster education is relatively poor. 2 There is an influence of the physical environmental conditions on the form of disaster education, especially geomorphological conditions. Geomorphological conditions affect the types of volcanic hazards, thus determining the characteristics of disaster education undertaken. This paper presents alternative methods in disaster education, in an effort to support disaster management that has been done by the SuparminiSriadi Setyawati Dyah RespatiPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji tentang upaya pelestarian lingkungan masyarakat Baduy yang tinggal dan berada di Desa Kanekes, Kecama- tan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Metode deskriptif kualitatif dilakukan sebagai pendekatan penelitian. Kearifan lokal dikaji sebagai basis dalam penelitian ini, khususnya dalam upaya pelestarian lingkungan pada masyarakat Baduy. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan beberapa narasumber. Analisis data secara kualitatif melalui, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Kehidupan suku Baduy masih sangat tergantung pada alam dan senantiasa menjaga keseimbangan alam. Kearifan lokal masyarakat Baduy dalam mengelola sumberdaya alam antara lain terlihat dari aturan pembagian wilayah menjadi tiga zona, yaitu zona reuma permukiman, zona heuma tegalan dan tanah garapan, dan zona leuweung kolot hutan tua. Hubungan antar aspek kehidupan masyarakat Baduy di Kanekes memiliki integrasi yang sinergis dalam menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. Pandangan masyarakat Baduy relatif sama terhadap hubungan antara kehidupan sosial budaya, ekonomi, serta pengelolaan lingkungan. Adat istiadat sebagai bagian dari kearifan lokal masih dipegang dengan sangat kukuh oleh masyarakat Baduy, dan adat istiadat tersebut telah menjadi benteng diri bagi masyarakat Baduy dalam menghadapi modernisasi, termasuk dalam hal melestarikan lingkungannya. Bentuk perilaku pelestarian lingkungan dan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat Baduy, antara lain meliputi 1 sistem pertanian, 2 sistem pengetahuan, 3 sistem teknologi, dan 4 praktik konservasi. Kesemuanya itu dilakukan dengan mendasar- kan pada ketentuan adat dan pikukuh yang telah tertanam dalam jiwa dan dilakukan dengan penuh kesadaran oleh seluruh anggota masyarakat BaduyEko Noer Kristiyantop>Sebelum pengetahuan modern terkait penataan ruang berkembang pesat, sebenarnya masyarakat asli Indonesia pun telah mengenal konsep penataan ruang yang dalam berbagai diskusi dan penelitian ternyata terbukti efektif dan selaras dengan ilmu pengetahuan modern. Cara pandang serta konsep itulah yang dapat kita artikan sebagai bagian dari kearifan lokal. Tulisan yang disusun dengan tinjauan normatif ini mencoba menjelaskan bagaimana kearifan lokal dapat berperan dalam proses penataan ruang di Indonesia, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa di beberapa daerah kearifan lokal sudah diakomodir melalui regulasi daerah, di mana partisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam proses ini, mengakomodir kearifan lokal berarti mengakui juga eksistensi masyarakat hukum adat seperti apa yang dikehendaki oleh konstitusi. 4 Fotografi berperan dalam dalam perubahan sosial, karena memiliki pesan yang mendalam. di setiap gambarnya. Mahasiswa diwajibkan membuat 1 (satu) hasil karya foto (hasil karya sendiri) tentang tema : Gerakan Nasional Revolusi Mental" Foto diunggah di blog masing-masing disertai dengan analisa kritis mengapa Indonesia memerlukan revolusi

PertanyaanKearifan lokal erat kaitannya dengan kondisi geografis suatu masyarakat, nilai-nilai dalam kearifan lokal menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat, seperti ....Kearifan lokal erat kaitannya dengan kondisi geografis suatu masyarakat, nilai-nilai dalam kearifan lokal menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat, seperti .... Membangun lingkungan yang tertata sesuai dengan kebutuhan mayoritas masyarakat Membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan sosial Kerja sama dengan komunitas lain untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Melakukan upaya memperbaiki ekonomi masyarakat sekitar lingkungannya Mengadakan pemilihan kepala daerah yang calonnya merupakan putra daerah MRMahasiswa/Alumni Universitas Pendidikan IndonesiaJawabanjawaban yang tepat adalah yang tepat adalah B. PembahasanKearifan lokal terbentuk sebagai budaya unggul dari masyarakat setempat yang berkaitan dengan kondisi geografis, nilai-nilai yang terkandung didalamnya diyakini sangat universal juga menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat sehingga dapat membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan sosial. Jadi, jawaban yang tepat adalah lokal terbentuk sebagai budaya unggul dari masyarakat setempat yang berkaitan dengan kondisi geografis, nilai-nilai yang terkandung didalamnya diyakini sangat universal juga menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat sehingga dapat membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan sosial. Jadi, jawaban yang tepat adalah B. Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!33rb+Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!BBBoger BojinovIni yang aku cari!

Bukuini berusaha memaparkan identifikasi kearifan lokal dari proses perilaku dan budaya masyarakat dalam kurun waktu yang panjang. Selain itu, buku ini juga berusaha menemu-kenali modal sosial yang ada di dalam masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan dan upaya pengurangan risiko bencana. Berbagai karakteristik fisik wilayah, kearifan, dan budaya lokal terkait dengan adaptasi SosiologiPendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta
Untukmengatur hubungan asmara yang terjalin antara dua insan di Tabir Ilir, maka terdapat sebuah kearifan lokal yang bernama Batandang. Tradisi ini dalam terminologi lain dikenal dengan 'apel' atau 'ngapel', yaitu kunjungan yang dilakukan seorang remaja putra ke rumah remaja putri yang menjadi pacarnya.
pengetahuanyang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekologi berasal dari kata oikos dan logos. Ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organisme dan lingkungannya. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Reiter pada tahun 1865. Fokus mendasar dari ekologi yang
Keanekaragamangenetik (didalam jenis) mencakup keseluruhan informasi genetik sebagai pembawa sifat keturunan dari semua makhluk hidup yang ada. Keanekaragaman jenis berkaitan dengan keragaman organisme atau jenis yang mempunyai ekspresi genetis tertentu. Sementara itu, keanekaragaman ekosistem merujuk pada keragaman habitat, yaitu tempat
Ilmupengetahuan dan teknologi, lingkungan, budaya bangsa merupakan tiga unsur yang sangat erat hubungannya dalam peradaban manusia yang tinggal di planet bumi. Kondisi adaptasi terhadap lingkungan bagi pijakan manusia telah melahirkan pengetahuan dan cara atau teknologi yang tepat guna untuk kesinambungan kehidupan dimuka bumi. Lingkungan tempat seluruh kehidupan makhluk hidup
VIIIDsebagai kelas kontrol) dengan menggu- Metode role playing yang diterapkan nakan metode role playing pada mata pelajaran dalam pembelajaran IPS membuat siswa terli- IPS terhadap peningkatan keaktifan dan kerja bat secara aktif dalam proses interaksi antara sama siswa masih rendah. Kondisi demikian teman yang satu dengan teman yang lainnya
.
  • 9sppxvst5p.pages.dev/218
  • 9sppxvst5p.pages.dev/551
  • 9sppxvst5p.pages.dev/922
  • 9sppxvst5p.pages.dev/903
  • 9sppxvst5p.pages.dev/120
  • 9sppxvst5p.pages.dev/999
  • 9sppxvst5p.pages.dev/16
  • 9sppxvst5p.pages.dev/238
  • 9sppxvst5p.pages.dev/621
  • 9sppxvst5p.pages.dev/8
  • 9sppxvst5p.pages.dev/827
  • 9sppxvst5p.pages.dev/472
  • 9sppxvst5p.pages.dev/412
  • 9sppxvst5p.pages.dev/731
  • 9sppxvst5p.pages.dev/532
  • kemukakan hubungan antara kearifan lokal dan kondisi geografis